Welcome To WaroyJohn Blog

PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF ALKITAB

Rabu, Februari 19, 20250 komentar

Oleh: WaroyJohn

Perceraian adalah salah satu isu yang paling kompleks dan penuh tantangan dalam kehidupan pernikahan, dan perspektif Alkitab mengenai perceraian memberikan panduan yang sangat berharga bagi umat Kristen dalam menavigasi isu ini. Dalam konteks Alkitab, pernikahan adalah perjanjian kudus yang ditetapkan oleh Tuhan sejak penciptaan, dimana seorang laki-laki dan seorang perempuan dipersatukan menjadi satu daging (Kejadian 2:24). Hal ini mencerminkan kesucian dan keseriusan dari ikatan pernikahan, yang dimaksudkan untuk bertahan seumur hidup. Namun, karena kenyataan dosa dan ketidaksempurnaan manusia, Alkitab juga mengakui situasi-situasi tertentu di mana perceraian dapat terjadi.

Dalam Perjanjian Lama, hukum Musa mengatur perceraian dengan cara yang memberikan beberapa perlindungan hukum bagi pihak yang diceraikan, seperti tercantum dalam Ulangan 24:1-4. Meskipun hukum ini memperbolehkan perceraian, ia juga mencerminkan kompromi karena kekerasan hati manusia, seperti yang dijelaskan oleh Yesus dalam Matius 19:8. Yesus menegaskan bahwa pada awalnya Allah tidak menghendaki perceraian, dan Dia hanya mengizinkan perceraian dalam kasus perzinaan (Matius 19:9).

Rasul Paulus dalam Perjanjian Baru juga memberikan nasihat tentang perceraian, terutama dalam konteks pasangan yang salah satu anggotanya tidak percaya (1 Korintus 7:12-15). Secara keseluruhan, ajaran Alkitab mengenai perceraian menekankan pentingnya kesetiaan, pengampunan, dan upaya rekonsiliasi. Perceraian adalah solusi terakhir setelah semua upaya untuk menyelamatkan pernikahan telah dilakukan. Pandangan Alkitab tentang perceraian mengajak umat Kristen untuk menghormati dan menjaga kesucian pernikahan, sambil juga menyediakan kerangka kerja yang penuh kasih untuk menghadapi realitas kesulitan dalam kehidupan pernikahan.

Selanjutnya saya ajak anda untuk melihat lebih mendalam melalui beberapa poin dibawah ini:


A.   
KESUCIAN DAN KEKUDUSAN PERNIKAHAN

Kesucian dan kekudusan pernikahan adalah konsep penting dalam Alkitab yang menekankan bahwa pernikahan adalah institusi yang diciptakan dan diatur oleh Tuhan. Pernikahan bukan hanya kontrak sosial atau kesepakatan antara dua individu, tetapi merupakan perjanjian kudus yang melibatkan Tuhan sebagai saksi utama. Saya akan menjelaskan lebih mendalam mengenai makna dari kesucian dan kekudusan pernikahan:

1)     Kesatuan yang Kudus

Kejadian 2:24: "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging."

Ayat ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah suatu proses di mana dua individu yang sebelumnya terpisah menjadi satu kesatuan. Ini bukan hanya kesatuan fisik, tetapi juga emosional, spiritual, dan moral. Dalam pandangan Alkitab, suami dan istri menjadi satu daging, yang menggambarkan tingkat kedekatan dan komitmen yang sangat dalam.

2)     Perjanjian yang Kudus

Matius 19:6: "Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Yesus mengajarkan bahwa pernikahan adalah tindakan Allah. Karena itu, ikatan pernikahan bukan sekadar keputusan manusia, tetapi pekerjaan Allah. Pernikahan dipandang sebagai perjanjian kudus yang dibuat di hadapan Allah dan disaksikan oleh-Nya. Ini berarti bahwa pernikahan harus dihormati dan dijaga dengan serius, karena mengingkari perjanjian ini sama dengan melawan kehendak Allah.

3)     Kesucian dan Kekudusan

Kesucian dalam konteks ini berarti bahwa pernikahan harus diperlakukan dengan hormat dan kehormatan. Ini mengimplikasikan bahwa hubungan suami istri harus dijalani dengan integritas, kesetiaan, dan kasih yang tulus. Hubungan ini tidak boleh dicemari oleh tindakan-tindakan yang tidak pantas seperti perzinaan, kebohongan, atau kekerasan.

Kekudusan berarti bahwa pernikahan adalah sesuatu yang dikhususkan untuk tujuan-tujuan ilahi. Pernikahan bukan hanya tentang kebahagiaan dan kepuasan pribadi, tetapi juga tentang memenuhi panggilan dan tujuan yang lebih besar yang Tuhan tetapkan untuk keluarga dan masyarakat. Melalui pernikahan, suami dan istri dipanggil untuk mencerminkan kasih, kesetiaan, dan pengampunan Tuhan kepada dunia.

4)     Komitmen Seumur Hidup

Pernikahan dalam Alkitab dilihat sebagai komitmen seumur hidup. Ini bukan hubungan sementara atau coba-coba, tetapi sebuah janji untuk bersama dalam suka dan duka, dalam kelimpahan dan kekurangan. Komitmen ini mencerminkan kasih setia Tuhan yang tidak berubah terhadap umat-Nya.

5)     Cerminan Hubungan Kristus dan Gereja

Dalam Efesus 5:25-32, Paulus mengajarkan bahwa hubungan antara suami dan istri harus mencerminkan hubungan antara Kristus dan gereja. Suami dipanggil untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja, dan istri dipanggil untuk menghormati suaminya. Ini menekankan aspek pengorbanan, pelayanan, dan kasih tanpa syarat dalam pernikahan.

Jadi, Kesucian dan kekudusan pernikahan dalam pandangan Alkitab adalah konsep yang mendalam dan bermakna. Pernikahan dilihat sebagai perjanjian kudus yang tidak boleh dipisahkan oleh manusia, suatu kesatuan yang diciptakan oleh Allah, dan sebuah komitmen seumur hidup yang mencerminkan kasih setia Tuhan. Suami dan istri dipanggil untuk menghormati dan menjaga pernikahan mereka dengan kesetiaan, kasih, dan pengampunan, serta menjadikannya cerminan dari hubungan Kristus dengan gereja.

B.     PERCERAIAN DALAM PERJANJIAN LAMA

Dalam Perjanjian Lama, perceraian diatur secara eksplisit dalam hukum Musa, terutama dalam kitab Ulangan 24:1-4. Ayat-ayat ini memberikan kerangka hukum untuk perceraian dan menetapkan beberapa aturan penting mengenai proses dan konsekuensi perceraian.

1.     Ulangan 24:1-4

"Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, kemudian terjadi bahwa perempuan itu tidak menyenangkan hatinya karena ia mendapat sesuatu yang tidak baik padanya, maka haruslah ia menulis surat cerai, menyerahkannya ke tangan perempuan itu, dan menyuruhnya pergi dari rumahnya."

"Dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain,"

"dan jika suami yang kemudian itu juga tidak menyukai dia dan menulis surat cerai kepadanya, menyerahkannya ke tangan perempuan itu, dan menyuruhnya pergi dari rumahnya, atau jika suami yang kemudian itu mati,"

"maka suami yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi, tidak boleh mengambilnya kembali menjadi isterinya, sesudah ia dinajiskan; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu."

2.     Penjelasan Ayat

a)     Dasar Perceraian

Dalam ayat 1, seorang suami dapat menceraikan istrinya jika "ia mendapati sesuatu yang tidak baik padanya" yang bisa diartikan sebagai alasan yang membuatnya tidak menyukai istrinya lagi. Ini menunjukkan adanya beberapa kebebasan bagi suami untuk menentukan alasan perceraian.

b)     Surat Cerai

Untuk melaksanakan perceraian, suami harus memberikan surat cerai kepada istrinya. Ini adalah dokumen resmi yang mengakui bahwa pernikahan telah berakhir. Pemberian surat cerai juga berfungsi untuk melindungi perempuan tersebut dengan memberikan bukti sah bahwa ia tidak lagi terikat dalam pernikahan.

c)     Larangan untuk Menikahi Kembali

Ayat 4 melarang suami pertama untuk menikahi kembali istrinya yang telah diceraikan jika istrinya telah menikah lagi dengan orang lain. Pernikahan ulang dengan suami pertama dianggap sebagai "kekejian di hadapan Tuhan" dan tidak diizinkan.

3.     Alasan

Hukum ini memberikan beberapa wawasan penting tentang bagaimana perceraian dipahami dan diatur dalam konteks masyarakat Israel kuno

a)     Perlindungan bagi Perempuan

Meskipun perceraian diperbolehkan, proses hukum yang terlibat (seperti pemberian surat cerai) memberikan perlindungan bagi perempuan. Ini menghindari situasi di mana perempuan dapat ditinggalkan tanpa pengakuan resmi dari perceraian.

b)     Keadilan dan Kepastian

Hukum ini memberikan struktur dan kejelasan dalam kasus perceraian, sehingga mencegah penyalahgunaan atau ketidakpastian hukum.

4.     Penjelasan Yesus dalam Matius 19:8

Dalam Matius 19:8, Yesus menjelaskan bahwa ketentuan tentang perceraian dalam hukum Musa diberikan karena "kekerasan hati" manusia, bukan karena itu adalah kehendak Allah yang ideal. Ayat tersebut adalah:

"Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian."

Yesus mengindikasikan bahwa hukum perceraian ini adalah kompromi yang diizinkan Allah karena kekerasan hati manusia. Idealnya, Allah menginginkan pernikahan menjadi ikatan yang tak terpisahkan. Yesus menegaskan kembali bahwa pernikahan adalah rencana Allah yang sempurna, dan perceraian merupakan penyimpangan dari rencana ini yang diizinkan karena kondisi manusia yang keras hati.

Dengan demikian Perceraian dalam Perjanjian Lama diatur untuk memberikan kejelasan hukum dan perlindungan dalam masyarakat Israel kuno. Meskipun diizinkan, perceraian diatur dengan batasan tertentu untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan individu yang terlibat. Namun, penjelasan Yesus dalam Perjanjian Baru menunjukkan bahwa hukum ini merupakan respons terhadap kekerasan hati manusia, dan bukan cerminan dari kehendak Allah yang sempurna mengenai pernikahan. Ajaran ini mengingatkan umat Kristen tentang pentingnya menjaga kesucian dan kekudusan pernikahan sesuai dengan rencana Allah.

 

C.     PENGAJARAN YESUS TENTANG PERCERAIAN

Yesus Kristus memberikan pengajaran yang sangat penting mengenai perceraian, yang tercatat dalam Injil Matius 19:3-9 dan Markus 10:2-12. Dalam pengajaran ini, Yesus memperketat aturan mengenai perceraian dibandingkan dengan ketentuan yang ada dalam hukum Musa. Berikut adalah penjelasan mendalam tentang pengajaran Yesus mengenai perceraian:

1)     Latar Belakang Pengajaran Yesus

Dalam Matius 19:3-9, Yesus didekati oleh orang-orang Farisi yang mencoba mencobai Dia dengan menanyakan apakah diperbolehkan menceraikan isteri dengan alasan apa saja. Pertanyaan ini bertujuan untuk menguji pemahaman Yesus tentang hukum Musa yang memperbolehkan perceraian.

2)     Pernyataan Awal Yesus

Yesus memulai tanggapannya dengan mengingatkan kembali kepada penciptaan manusia dan institusi pernikahan yang ditetapkan oleh Allah. Dia mengutip Kejadian 1:27 dan Kejadian 2:24, menekankan bahwa sejak awal Allah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan, dan dalam pernikahan, keduanya menjadi satu daging. Yesus menegaskan bahwa pernikahan adalah persatuan yang kudus dan tidak boleh dipisahkan oleh manusia:

"Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:6).

3)     Alasan Perceraian yang Diperbolehkan

Dalam Matius 19:9, Yesus memberikan satu pengecualian terhadap larangan perceraian:

"Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."

Yesus memperbolehkan perceraian hanya dalam kasus perzinaan (kecurangan seksual). Ini menunjukkan bahwa perzinaan adalah pelanggaran serius terhadap ikatan pernikahan, yang merusak kesucian dan kesetiaan dalam pernikahan.

4)     Penegasan Kesetiaan dan Komitmen

Dengan memperketat aturan mengenai perceraian, Yesus menekankan betapa pentingnya kesetiaan dan komitmen dalam pernikahan. Pernikahan bukanlah ikatan yang bisa diputuskan dengan mudah berdasarkan keinginan atau ketidakpuasan pribadi. Pernikahan adalah perjanjian yang kudus di hadapan Allah, yang mengharuskan kedua belah pihak untuk setia satu sama lain.

5)     Konsekuensi Perceraian Tanpa Alasan yang Sah

Yesus juga menjelaskan konsekuensi dari perceraian tanpa alasan yang sah (perzinaan). Seseorang yang menceraikan pasangannya dan menikah lagi tanpa alasan yang sah dianggap berbuat zinah. Ini menegaskan betapa seriusnya pandangan Yesus tentang kesucian pernikahan dan kesetiaan yang harus dijaga dalam ikatan pernikahan.

6)     Perspektif Hukum Musa

Yesus juga menyebutkan bahwa hukum Musa memperbolehkan perceraian karena kekerasan hati manusia (Matius 19:8). Namun, dari awal penciptaan, itu bukanlah maksud Allah. Yesus mengarahkan kembali kepada maksud Allah yang asli mengenai pernikahan sebagai ikatan yang tidak dapat dipisahkan.

Pengajaran Yesus tentang perceraian menekankan pentingnya kesucian, kesetiaan, dan komitmen dalam pernikahan. Dengan memperketat aturan mengenai perceraian dan hanya memperbolehkannya dalam kasus perzinaan, Yesus menegaskan bahwa pernikahan adalah perjanjian yang kudus di hadapan Allah dan tidak boleh diputuskan dengan sembarangan. Ini menunjukkan betapa seriusnya pandangan Yesus tentang pernikahan dan komitmen yang harus dijaga oleh setiap pasangan.

D.    PANDANGAN PAULUS

Rasul Paulus memberikan panduan tentang pernikahan dan perceraian dalam 1 Korintus 7:10-15. Pandangan Paulus ini memberikan wawasan penting mengenai bagaimana pasangan Kristen harus mendekati isu perceraian, terutama dalam konteks di mana salah satu pasangan mungkin tidak beriman. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai pandangan Paulus:

1)     Instruksi kepada Pasangan Kristen (1 Korintus 7:10-11)

Paulus memulai dengan memberikan perintah yang dia nyatakan berasal langsung dari Tuhan:

"Kepada orang-orang yang telah kawin aku – bukan aku, melainkan Tuhan – perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan  suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya."

Paulus menekankan bahwa pasangan Kristen tidak boleh bercerai. Jika perceraian terjadi, mereka harus tetap hidup tanpa menikah lagi atau berdamai dengan pasangan mereka. Ini menunjukkan komitmen kuat terhadap keutuhan pernikahan dan usaha untuk rekonsiliasi.

2)     Instruksi kepada Pasangan yang Tidak Percaya (1 Korintus 7:12-14)

Paulus kemudian memberikan nasihat untuk situasi di mana salah satu pasangan tidak percaya kepada Kristus:

"Kepada orang lain aku, bukan Tuhan, berkata: jika ada seorang saudara beristri dengan perempuan yang tidak beriman, dan perempuan itu bersedia hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan perempuan itu. Dan jika ada seorang isteri bersuamikan laki-laki yang tidak beriman, dan laki-laki itu bersedia hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh istrinya, dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Jika tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah najis, tetapi sekarang mereka adalah kudus."

Paulus menekankan pentingnya menjaga pernikahan bahkan jika salah satu pasangan tidak percaya, selama pasangan yang tidak percaya bersedia untuk tetap hidup bersama. Kehadiran pasangan yang percaya membawa pengaruh pengudusan dalam keluarga tersebut, yang mencakup pasangan dan anak-anak mereka.

3)     Ketentuan untuk Perceraian jika Pasangan yang Tidak Percaya Ingin Berpisah (1 Korintus 7:15)

Paulus juga memberikan instruksi untuk situasi di mana pasangan yang tidak percaya ingin bercerai:

"Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarkanlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat; Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera."

Jika pasangan yang tidak percaya memilih untuk bercerai, Paulus mengatakan bahwa pasangan yang percaya tidak terikat untuk mempertahankan pernikahan tersebut. Paulus menekankan bahwa Allah memanggil orang percaya untuk hidup dalam damai. Dalam konteks ini, perdamaian lebih diutamakan, dan pasangan yang percaya tidak perlu merasa bersalah atau terikat untuk mempertahankan pernikahan jika pasangan yang tidak percaya ingin berpisah.

Jadi, Pandangan Paulus mengenai perceraian dalam 1 Korintus 7:10-15 menekankan beberapa poin kunci:

a)     Komitmen terhadap Pernikahan: Pasangan Kristen harus berusaha keras untuk tidak bercerai dan mencari rekonsiliasi jika terjadi perpisahan.

Pentingnya Kesetiaan: Pasangan yang percaya harus tetap setia dalam pernikahan mereka, bahkan jika pasangan mereka tidak beriman, selama pasangan yang tidak beriman bersedia untuk tetap bersama.

b)     Perdamaian sebagai Prioritas: Jika pasangan yang tidak percaya memilih untuk bercerai, pasangan yang percaya tidak terikat dan harus berusaha hidup dalam damai, menekankan bahwa perdamaian dan ketenangan batin adalah prioritas.

Dengan demikian, Paulus memberikan panduan yang penuh kasih dan bijaksana untuk mengatasi tantangan dalam pernikahan, baik bagi pasangan yang keduanya percaya maupun yang memiliki perbedaan iman.

E.    PENGAMPUNAN DAN REKONSILIASI

Salah satu prinsip utama dalam Alkitab adalah pengampunan dan rekonsiliasi. Efesus 4:32 berbunyi, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Ayat ini menekankan pentingnya sikap ramah, kasih mesra, dan pengampunan di antara sesama orang percaya, yang juga sangat relevan dalam konteks pernikahan.

1.     Pengampunan dalam Pernikahan

Pengampunan adalah dasar penting dalam setiap hubungan, termasuk dalam pernikahan. Pernikahan menyatukan dua individu yang tidak sempurna dan rentan melakukan kesalahan satu sama lain. Ketika konflik atau pelanggaran terjadi, pengampunan menjadi kunci untuk memulihkan hubungan. Pengampunan menurut Alkitab bukan hanya tentang melupakan kesalahan, tetapi tentang melepaskan dendam dan memilih untuk memberikan kasih karunia.

Pengampunan dalam pernikahan melibatkan beberapa langkah:

a)     Mengakui Kesalahan: Kedua pasangan harus bersedia mengakui kesalahan mereka dan meminta maaf dengan tulus.

b)     Mengampuni dengan Tulus: Pengampunan harus diberikan dengan hati yang tulus, tanpa menyimpan dendam.

c)     Memaafkan Berulang Kali: Yesus mengajarkan untuk mengampuni berkali-kali, sebagaimana dalam Matius 18:21-22, yang mengindikasikan pentingnya kesabaran dan kelapangan hati dalam pengampunan.

2.     Rekonsiliasi dalam Pernikahan

Rekonsiliasi adalah proses memulihkan hubungan setelah terjadi konflik atau pelanggaran. Rekonsiliasi lebih dari sekadar menyelesaikan pertengkaran; ini tentang membangun kembali kepercayaan dan komitmen yang mungkin telah rusak. Dalam konteks pernikahan, rekonsiliasi membutuhkan usaha bersama dari kedua belah pihak untuk memperbaiki dan memperkuat ikatan mereka.

Langkah-langkah rekonsiliasi meliputi:

a)     Komunikasi yang Jujur: Pasangan harus berbicara secara terbuka dan jujur tentang perasaan dan masalah mereka.

b)     Mencari Pemahaman: Mencoba memahami perspektif dan perasaan pasangan dapat membantu mengurangi ketegangan dan menciptakan empati.

c)     Mengambil Tindakan untuk Perubahan: Kedua pasangan harus bersedia membuat perubahan yang diperlukan untuk mencegah konflik yang sama terjadi di masa depan.

d)     Membangun Kembali Kepercayaan: Rekonsiliasi melibatkan upaya untuk membangun kembali kepercayaan yang mungkin telah hilang, melalui konsistensi dan komitmen untuk saling menghormati dan mendukung.

3.     Pentingnya Pengampunan dan Rekonsiliasi

Pengampunan dan rekonsiliasi sangat penting dalam pernikahan karena:

a)     Mencerminkan Kasih Kristus: Seperti yang dinyatakan dalam Efesus 4:32, kita dipanggil untuk mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kita. Ini berarti bahwa kasih, pengampunan, dan rekonsiliasi yang kita tunjukkan dalam pernikahan kita mencerminkan kasih dan pengampunan Tuhan.

b)     Menjaga Keutuhan Pernikahan: Mengampuni dan mencari rekonsiliasi membantu menjaga keutuhan dan stabilitas pernikahan, menghindari perceraian yang seringkali membawa dampak negatif baik bagi pasangan maupun anak-anak.

c)     Membangun Hubungan yang Lebih Kuat: Melalui pengampunan dan rekonsiliasi, pasangan dapat mengatasi konflik dengan cara yang membangun hubungan mereka menjadi lebih kuat dan lebih sehat.

Dalam perspektif Alkitab, pengampunan dan rekonsiliasi adalah elemen penting yang harus diterapkan dalam pernikahan. Suami dan istri dipanggil untuk saling mengampuni dan mencari rekonsiliasi, mencerminkan kasih Kristus dalam hubungan mereka. Dengan mengutamakan pengampunan dan rekonsiliasi, pasangan dapat menghadapi tantangan pernikahan dengan kasih, kesabaran, dan komitmen yang kuat untuk mempertahankan keutuhan pernikahan mereka.

KESIMPULAN

Dari perspektif Alkitab, perceraian bukanlah pilihan pertama atau yang diinginkan oleh Tuhan. Pernikahan dianggap sebagai ikatan suci yang direncanakan oleh Tuhan untuk menjadi tempat di mana kasih, kesetiaan, dan pengampunan dipraktikkan. Kesucian pernikahan merupakan prinsip utama yang dijunjung tinggi dalam Alkitab, menggambarkan kesetiaan Kristus terhadap gereja-Nya.

Kesetiaan dalam pernikahan dipandang sebagai cerminan dari kesetiaan Kristus terhadap umat-Nya. Sebagaimana Yesus mengasihi gereja-Nya tanpa syarat, pasangan Kristen dipanggil untuk meneladani kasih-Nya dalam pernikahan mereka. Pengampunan juga ditekankan, mengingat pengampunan Allah kepada kita melalui Kristus. Ketika pasangan saling mengampuni, mereka mencerminkan karakter Allah dan membangun fondasi yang kokoh bagi hubungan mereka.

Namun, dalam realitas kehidupan yang penuh dengan kesalahan dan kelemahan manusia, perceraian kadang-kadang terjadi. Dalam kasus perceraian, penting bagi gereja dan komunitas Kristen untuk memberikan dukungan, pemahaman, dan kasih sayang kepada pasangan yang terlibat. Namun, sambil memberikan dukungan ini, perlu juga menekankan pentingnya penyembuhan dan rekonsiliasi. Proses pemulihan pasangan dan pemulihan hubungan perlu didorong, dengan fokus pada pemulihan spiritual, emosional, dan mental.

Dengan demikian, kesimpulannya adalah bahwa perceraian diizinkan dalam keadaan tertentu, tetapi tidak diinginkan oleh Tuhan. Kesucian pernikahan, kesetiaan, pengampunan, dan rekonsiliasi adalah prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi oleh setiap pasangan Kristen. Ketika perceraian terjadi, penting bagi gereja dan komunitas Kristen untuk memberikan dukungan sambil mendorong penyembuhan dan rekonsiliasi, sehingga kasih dan kebaikan Allah dapat dinyatakan dalam kehidupan pasangan yang terkena dampak perceraian.


Share this article :
Comments
0 Comments

Posting Komentar
 
Support : Sahabat Yosua | Creating Website | Waroy John Template | WaroyJohn Blog | Pusat Promosi
Copyright © 2014. Waroy John Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by Waroy John
Proudly powered by Blogger