Ini bukanlah mengenai apakah kita akan membuat rencana atau tidak. Tidak
merencanakan adalah sebuah rencana di dalam rencana itu sendiri, karena
perencanaan pada dasarnya tidak lebih dari upaya untuk menentukan
sebelumnya apa yang akan atau tidak akan kita lakukan pada menit, jam,
hari, bulan, atau tahun-tahun berikutnya. Bagi pemimpin Kristen,
perencanaan mempertanyakan, apakah kita akan memengaruhi masa depan
secara acak atau dengan tujuan. Karena, kita pasti akan memengaruhinya.
Kita memiliki tanggung jawab untuk menentukan akan menjadi apa kita
seharusnya atau apa yang seharusnya kita lakukan, dan karena itu
haruslah kita merencanakan.
Perencanaan Memiliki Catatan Riwayat yang Buruk
Dalam
bukunya yang sangat menarik, "The Human Side of Planning" (diterbitkan
oleh Macmillan, 1969), David Ewing menyatakan bahwa pada umumnya,
perencanaan memiliki catatan riwayat yang buruk. Dia benar. Ewing
berpendapat bahwa kesulitan utama adalah kegagalan dari para perencana
untuk mengingat dan memercayai orang-orang untuk siapa mereka membuat
rencana. Tetapi, ada sisi yang lainnya. Banyak orang memiliki pemahaman
tentang perencanaan yang sempit dan terbatas. Mereka membayangkan
rencana sebagai dua tembok tinggi di mana mereka harus berjalan di
antaranya. Beberapa orang Kristen memandang bahwa keputusan yang telah
ditentukan sebagai tindakan kesombongan dan merupakan penghinaan
terhadap Allah.
Perencanaan Dimulai dengan Tujuan
Perencanaan harus didasarkan pada tujuan yang dapat diukur dan dapat dicapai.
Ada
dikatakan, "Jika Anda tidak peduli ke mana tujuan Anda, semua jalan
akan membawa Anda ke sana." Tidaklah selalu mudah untuk mendefinisikan
dengan jelas mau menjadi apa kita atau apa yang ingin kita lakukan,
tetapi kegagalan dari sebagian banyak rencana terletak pada dimulainya
dari tujuan yang tidak jelas. Komunikasi merupakan hal yang paling
sulit, dan jika tujuan kita tidak jelas dan tidak bisa disampaikan,
tujuan itu tidak akan menjadi rencana yang jelas dan dapat
dikomunikasikan.
Perencanaan adalah Berusaha untuk Menulis Sejarah Masa Depan
Manusia
adalah makhluk yang berorientasi pada masa depan. Ia berencana atas
dasar apa yang telah dirasakan di masa lalu, namun ia mencoba untuk
memproyeksikan pemahaman ini ke masa depan. Kecuali untuk proyek yang
paling sederhana dan terdekat, sangat tidak mungkin bahwa prediksi kita
tentang masa depan akan 100 persen akurat. Pepatah lama yang berbunyi
"Jika sesuatu bisa salah, mungkin itu akan salah" adalah cara lain untuk
mengatakan bahwa terdapat begitu banyak kemungkinan bahwa sesuatu
selain dari apa yang kita duga dan harapkan, akan terjadi, bahwa
kemungkinan hal-hal terjadi sesuai dengan cara kita, sangatlah kecil.
Dari
sudut pandang Kristen, sebagian besar hidup adalah kegagalan! "Hampir
menyelesaikan sesuatu sama dengan tidak menyelesaikannya sama sekali" 99
persennya adalah dosa (kegagalan). Namun, kita telah belajar bahwa kita
hidup di dunia yang tidak sempurna. Yang tak diharapkan dan tak terduga
terus membuat kita kehilangan keseimbangan. Perencanaan berupaya untuk
menghapus kabut dari jendela masa depan dan mengurangi jumlah dan dampak
dari hal-hal yang mengejutkan.
Karena itu, perencanaan adalah
upaya untuk berpindah dari "masa sekarang" ke "masa depan", untuk
mengubah segala sesuatu dari "apa yang ada sekarang" ke "hal-hal yang
seharusnya".
Perencanaan adalah Sebuah Panah
Kalau manusia
tidak bisa memastikan masa depan, mengapa berencana? Pada dasarnya, itu
adalah untuk meningkatkan kemungkinan bahwa apa yang kita yakini harus
terjadi, akan benar-benar terjadi. Tujuan yang telah terpancang di benak
kita di masa depan: "untuk mencapai api menara pengintai di atas gunung
itu besok siang", "untuk menyediakan dana yang cukup sehingga anak-anak
kita bisa kuliah", "untuk memulai pelayanan baru di daerah yang didiami
oleh golongan minoritas", "untuk menerapkan sebuah program pelatihan
baru bagi organisasi kita". Sebutkan saja! Titik panah perencanaan
ibaratnya menyentuh tujuan. Langkah-langkah yang perlu dicapai meregang
dari belakang dan mengikuti anak panah ke masa kini untuk membuat sebuah
"rencana".
Perencanaan adalah Sebuah Proses
Jika rencana
dianggap sebagai hal yang tetap dan tidak berubah, kemungkinan besar
keduanya akan gagal. Perencanaan adalah suatu proses. Langkah yang
diperlukan direncanakan, menunjuk ke arah tujuan masa depan, tetapi di
saat setiap langkah besar diambil, evaluasi ulang, atau umpan balik,
merupakan proses yang kita lakukan, pertama adalah menguji kembali masa
depan di setiap langkah dan kedua adalah mengukur tingkat kemajuan kita.
Jika kita telah menetapkan tujuan untuk memiliki seratus anggota baru
di gereja selama dua belas bulan ke depan, sebaiknya kita tidak menunggu
sampai bulan kesebelas untuk melihat bagaimana kita melakukannya. Jika
kita berencana untuk mengemudi 1.000 mil di wilayah asing, yang terbaik
adalah untuk melihat peta jalan sekali-sekali dan mengukur kemajuan.
Jika kita merencanakan untuk melatih kelompok untuk sebuah tugas baru
dan menempatkan mereka untuk bekerja dalam enam bulan, pos pemeriksaan
di sepanjang jalan akan dibutuhkan.
Namun, berulang kali kita
gagal untuk mengevaluasi kemajuan. Dan, kadang-kadang, kita bahkan
membuat sebuah program evaluasi dan kemudian gagal untuk menggunakannya.
Mengapa? Sering kali, itu dikarenakan pengukuran yang mungkin memakan
energi sebanyak energi yang dibutuhkan untuk program itu sendiri. Di
lain waktu, kita begitu sibuk dengan apa yang kita lakukan sehingga kita
lupa (atau tidak mau) untuk bertanya, "Bagaimana keadaan kita?"
Perencanaan Membutuhkan Waktu
Tetapi,
setiap menit berharga. Namun, kebanyakan dari kita tidak akan mengambil
waktu, kecuali kita secara sadar menyisihkannya. Membuat daftar hal-hal
yang harus dikerjakan setiap hari harus menjadi kebiasaan rutin.
Membuat tinjauan berdasarkan bulanan, kuartal, dan tahunan pada kalender
kita akan membangun proses tersebut menjadi "pekerjaan" rutin yang
perlu kita lakukan setiap hari.
Dan, karena perencanaan
memerlukan waktu, itu harus dimulai sedini mungkin. Sebagai contoh, di
gereja jangan menunggu sampai bulan Oktober untuk mulai merencanakan
untuk tahun depan! Proses ini harus dimulai paling lambat di bulan April
atau Mei sehingga sebanyak mungkin orang dapat dibawa masuk, dan supaya
Anda tidak tergesa-gesa ke masa depan.
Karena itu, proses
evaluasi harusnya hanya menjadi bagian dari perencanaan kita pada saat
mencapai langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Seseorang harus
bertanggung jawab untuk pengukuran, biasanya bukan orang yang
bertanggung jawab untuk pencapaian.
Perencanaan adalah Pribadi dan Juga Bersama-Sama
Jangan
menjadi tersesat untuk percaya bahwa perencanaan untuk besok hanya
berguna bagi kelompok. Penetapan tujuan dan perencanaan harus menjadi
gaya hidup pribadi jika ingin benar-benar menjadi efektif. Ada hubungan
langsung antara keefektifan seseorang dalam kehidupan pribadinya dan
keefektifannya dalam kehidupan organisasinya.
Menerapkan proses
perencanaan pada hubungan keluarga dan interpersonal akan mempertajam
pemahaman keseluruhan seseorang, di mana dia cocok dan bagaimana ia
berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Perencanaan adalah Orang-Orang
Atau,
seharusnya begitu! Untuk kembali ke pengamatan Ewing, untuk
menghilangkan orang-orang dari persamaan perencanaan berarti mencari
bencana. Setiap rencana harus disusun dan dibuat oleh orang yang
melakukan pekerjaan itu. Misalnya, tugas dari komite perencanaan
seharusnya tidak merencanakan untuk orang lain, melainkan untuk memberi
informasi yang mereka butuhkan, yang menjadi dasar rencana mereka ("Akan
menjadi seperti apa masyarakat kita dalam sepuluh tahun?"), dan untuk
memberikan pelatihan, nasihat, dan koordinasi dalam perencanaan.
Perencanaan Mengomunikasikan Maksud Kita
Seiring
dengan populasi dunia yang bertumbuh dan cara kita berkomunikasi satu
sama lain yang semakin canggih, peluang untuk bekerja sama pun tumbuh
semakin meningkat. Di dunia Barat, jumlah peran berbeda yang kita
lakukan sebagai individu (ayah, suami, teman, rohaniwan, anggota klub,
sopir, dll.) dan sebagai anggota organisasi (pelayanan, perawatan
karyawan, tanggung jawab sosial, batasan hukum, dll.) tumbuh pada
tingkat yang fantastis. Jumlah "persimpangan" dengan rencana orang lain
pun bertumbuh menyesuaikan. Seolah-olah dunia telah menjadi benar-benar
berlapis dengan jalan-jalan, jalan raya, dan jalan raya untuk lalu
lintas kendaraan cepat, masing-masing dari mereka mewakili rencana
seseorang (atau beberapa organisasi). Jika kita tidak jelas dalam
menentukan mau ke mana kita pergi dan bagaimana kita (saat ini)
merencanakan untuk sampai ke sana, kita akan menemukan diri kita
terus-menerus bertabrakan dengan rencana orang lain.
Dalam sebuah
gereja lokal, mungkin kegagalan pemimpin paduan suara untuk
mengomunikasikan rencananya tentang festival besar anak-anak pada suatu
waktu di sekolah minggu adalah mengharapkan keterlibatan anak-anak yang
sama dalam proyek yang baru. Dalam organisasi yang lebih besar,
"tabrakan" dapat terjadi karena satu departemen tidak memadai dalam
menyampaikan maksudnya untuk menggunakan ruang, waktu, atau tenaga
kerja. Dalam konteks yang lebih besar, berulang kali, satu organisasi
bergerak ke depan dengan rencana tanpa mengetahui tujuan dari organisasi
lain atau memberitahukan rencana mereka sendiri. Hasilnya, tidak hanya
tumpang tindih dan duplikasi, tetapi kebingungan besar di antara
organisasi-organisasi yang berbeda, yang sedang berusaha untuk mereka
layani.
Dengan memberitahukan tujuan kita dan dengan jelas
menunjukkan langkah-langkah yang saat ini kita rencanakan untuk dicapai,
kita membangun titik persimpangan dengan orang lain yang juga membuat
rencana baru dan sedang mengerjakan rencana yang lama.
Langkah-Langkah dalam Perencanaan Merupakan Sub-tujuan
Setelah
semua pendekatan alternatif dianalisis, disisihkan, dan rencana akhir
ditentukan, penting untuk diingat bahwa setiap langkah dari rencana
sebenarnya adalah tujuan dalam dirinya sendiri. Setiap langkah, oleh
karena itu, harus memiliki karakteristik yang sama dengan tujuan akhir
proyek: harus dapat dicapai dan terukur. Hal ini juga harus memiliki
tanggal dan nama-nama orang yang bertanggung jawab. Terlepas dari apa
metode perencanaan yang digunakan (dan ada banyak), kegagalan untuk
menetapkan tanggal dan individu yang bertanggung jawab untuk setiap
langkah dari rencana akan mengurangi probabilitas keberhasilan.
"Gagal untuk merencanakan, berarti merencanakan untuk gagal." Begitu sederhana. (t/Jing Jing)
Diterjemahkan dan disunting dari :
Judul buku: The Art of Management for Christian Leaders
Judul bab: Planning -- Part One
Penulis: Ted W. Engstrom & Edward R. Dayton
Penerbit: Word Books, Waco. 1976
Halaman: 45 -- 51
Home
Leadership
Perencanaan
Perencanaan
Jumat, Februari 28, 20140 komentar

